MAKALAH
MODEL
PROBLEM SOLVING
Disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah “Teori
dan Model Pembelajaran”
Dosen Pengampu: Dr. Djono, M.Pd
Oleh
Kelompok:
Agus
Hadi Utama (S811308001)
Endah
Dwi Hastuti (S811308013)
Zahrotul
Mufidah (S811308050)
PROGRAM
STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
Di abad pengetahuan ini, isu mengenai
perubahan paradigma pendidikan telah gencar didengungkan, baik yang menyangkut content
maupun pedagogy. Perubahan tersebut meliputi kurikulum, pembelajaran,
dan asesmen yang komprehensif (Krulik & Rudnick, 1996). Perubahan tersebut
merekomendasikan model reasoning and problem solving sebagai alternatif
pembelajaran yang konstruktif. Rasionalnya, bahwa kemampuan reasoning and
problem solving merupakan keterampilan utama yang harus dimiliki siswa ketika
mereka meninggalkan kelas untuk memasuki dan melakukan aktivitas di dunia nyata.
Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi),
yang meliputi: basic thinking, critical thinking, dan creative
thinking. Termasuk basic thinking adalah kemampuan memahami konsep. Kemampuan-kemapuan
critical thinking adalah menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi
aspek-aspek yang fokus pada masalah, mengumpulkan dan mengorganisasi informasi,
memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengasosiasikan informasi
yang dipelajari sebelumnya, menentukan jawaban yang rasional, melukiskan
kesimpulan yang valid, dan melakukan analisis dan refleksi. Kemampuan-kemampuan
creative thinking adalah menghasilkan produk orisinil, efektif, dan
kompleks, inventif, pensintesis, pembangkit, dan penerap ide.
Problem adalah suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang mengkonfrontasikan
individu atau kelompok untuk menemukan jawaban dan problem solving adalah upaya individu atau
kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan
situasi yang tak lumrah tersebut (Krulik & Rudnick, 1996). Jadi aktivitas problem
solving diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah
diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan
melalui kemampuan reasoning.
Gunter et al (1990:67)
mendefinisikan an instructional model is a step-by-step procedure that leads
to specific learning outcomes. Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model
pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Berikut diberikan lima contoh model
pembelajaran yang memiliki kecenderungan berlandaskan paradigma
konstruktivistik, yaitu: model reasoning and problem solving, model inquiry
training, model problem-based instruction, model pembelajaran
perubahan konseptual, dan model group investigation. Dalam makalah ini
akan disajikan secara lengkap model pembelajaran problem solving.
A. Problem solving berbasis paradigma konstruktivistik
Menurut paradigma konstruktivistik, ilmu pengetahuan
bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang dimediasi baik secara sosial
maupun kultural, sehingga cenderung bersifat subyektif. Belajar menurut
pandangan ini lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik
kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan
interpretasi. Belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya.
Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peistiwa belajar dan hasil belajarnya.
Paradigma konstruktivistik merupakan
basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran
lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi
solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk
memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas
eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model-model yang
dibangkitkan oleh siswa sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi
kelas konstruktivistik, yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan
siswa, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3) menghargai
pandangan siswa, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa,
(5) menilai pembelajaran secara kontekstual.
B. Model reasoning dan problem solving
Problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan
jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki
sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang lumrah. Jadi aktivitas problem solving diawali dengan
konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan
kondisi masalah. Konsep konstruktivisme nampak jelas menjadi dasar pijakan
metode pembelajaran problem solving ini.
Model reasoning and problem solving
dalam pembelajaran memiliki lima langkah pembelajaran (Krulik & Rudnick,
1996), yaitu: (1) membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah,
memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan, (2) mengeksplorasi
dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan diagram pemecahan,
membuat tabel, grafik, atau gambar), (3) menseleksi strategi (menetapkan pola,
menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis,
menulis persamaan), (4) menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan
komputasi, aljabar, dan geometri), (5) refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban,
menemukan alternatif pemecahan lain, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan
pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orisinil).
Sistem sosial yang berkembang adalah
minimnya peran guru sebagai transmitter pengetahuan, demokratis, guru dan siswa
memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh
kesepakatan. Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan
sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif, fasilitator,
pemikir tingkat tinggi. Peran tersebut ditampilkan utamanya dalam proses siswa
melakukan aktivitas pemecahan masalah. Sarana pembelajaran yang diperlukan
adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses berpikir
dasar, kritis, kreatif, berpikir tingkat tinggi, dan strategi pemecahan masalah
non rutin, dan masalah-masalah non rutin yang menantang siswa untuk melakukan
upaya reasoning dan problem solving. Sebagai dampak pembelajaran
dalam model ini adalah pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan kreatif,
kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, keterampilan mengunakan
pengetahuan secara bermakna. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat
tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa,
toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.
Problem solving memiliki lima asumsi utama :
1)
Permasalahan sebagai pemandu, dalam hal ini
permasalahan menjadi acuan konkret yang harus menjadi perhatian siswa. Bacaan
dan materi diberikan sejalan dengan permasalahan. Permasalahan menjadi kerangka
berpikir bagi siswa dalam mengerjakan tugas.
2)
Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi, di
sini permasalahan diberikan setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan.
Tujuan utamanya memberikan kesempatan pada siswa untuk menerapkan pengetahuan
yang telah diperoleh dalam memecahkan masalah.
3)
Permasalahan sebagai contoh, di sini permasalahan
adalah salah satu contoh dan bagian dari bahan belajar siswa. Permasalahan digunakan untuk
menggambarkan teori, konsep atau prinsip dan dibahas dalam diskusi antara guru
dan siswa.
4)
Permasalahan sebagai sarana untuk memfasilitasi
terjadinya proses, dalam hal ini fokusnya adalah kemampuan berpikir kritis
dalam hubungannya dengan permasalahan. Permasalahan menjadi alat untuk melatih
siswa dalam bernalar dan berpikir kritis.
Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar, dalam hal ini
fokusnya adalah pengembangan ketrampilan pemecahan masalah dari kasus-kasus serupa.
Ketrampilan tidak diajarkan oleh guru tetapi ditemukan dan dikembangkan sendiri
oleh siswa melalui aktivitas pemecahan masalah (Paulina Panen, 2005:86-87).
C. Metode pemecahan
masalah (problem solving)
Metode pemecahan
masalah (problem solving)
adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa
menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun
masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi
pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah.
Langkah-langkah
Pembelajaran Problem Solving menurut John Dewey dalam bukunya How We Think,
menyebutkan lima langkah dasar untuk problem solving (pemecahan masalah) adalah
sebagai berikut :
Menyadari bahwa masalah itu ada Identifikasi masalah
Penggunaan pengalaman sebelumnya atau
informasi yang relevan untuk penyusunan hipotesis
Pengujian hipotesis untuk beberapa
solusi yang mungkin
Evaluasi terhadap solusi dan penyusun
kesimpulan berdasarkan bukti yang ada
Fase
|
Indikator
|
Kegiatan Guru
|
1
|
Orientasi siswa kepada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat
aktif dan kreatif dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
|
2
|
Mengorganisasikan siswa untuk
belajar
|
Guru membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut
|
3
|
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
|
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai dan melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
|
4
|
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
|
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
|
5
|
Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
|
D. Manfaat penggunaan metode problem solving
1)
Mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah-masalah serta mengambil keputusan secara obyektif dan rasional.
2)
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis dan
analitis.
3)
Mengembangkan sikap toleransi terhadap orang lain
serta sikap hati-hati dalam mengemukakan pendapat.
4)
Memberikan pengalaman proses dalam menarik
kesimpulan bagi siswa.
E. Kelebihan dan
kekurangan problem solving
Kelebihan dari
penggunaan problem solving antara lain:
1) Melatih
siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2) Berpikir
dan bertindak kreatif.
3) Memecahkan
masalah yang dihadapi secara realistis.
4) Mengidentifikasi
dan melakukan penyelidikan.
5) Menafsirkan
dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6) Merangsang
perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dengan tepat.
7) Dapat
membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan lingkungan sekitar,
khususnya dunia kerja.
8) Mendidik
siswa untuk berpikir secara sistematis.
9) Mampu
mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi.
10) Belajar
mengalalisis suatu masalah dari berbagai aspek.
11) Mendidik
siswa untuk percaya diri.
Kekurangan dari
penggunaan problem solving antara lain:
1) Memerlukan
alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang
lain.
2) Di
dalam kelompok kemampuan anggotanya heterogen, maka siswa yang pandai akan
mendominasi dalam diskusi sedang siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai
pendengar saja.
III. PENUTUP
Model pembelajaran yang dapat diterapkan
pada bidang studi hendaknya dikemas koheren dengan hakikat pendidikan bidang
studi tersebut. Namun, secara filosofis tujuan pembelajaran adalah untuk
memfasilitasi siswa dalam penumbuhan dan pengembangan kesadaran belajar,
sehingga mampu melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam memecahkan masalah
kehidupan di dunia nyata. Model-model pembelajaran yang dapat mengakomodasikan
tujuan tersebut adalah yang berlandaskan pada paradigma konstruktivistik
sebagai paradigma alternatif. Model
pembelajaran problem solving
merupakan salah satu model pembelajaran yang mencerminkan atau dilandasi oleh
paradigma konstrukstivisme.
Problem solving adalah
upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan,
pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka menyelesaikan
suatu masalah. Problem solving menekankan bahwa permasalahan sebagai stimulus dalam
aktivitas belajar, dalam hal ini fokusnya adalah pengembangan ketrampilan
pemecahan masalah dari kasus-kasus serupa. Ketrampilan tidak diajarkan oleh guru
tetapi ditemukan dan dikembangkan sendiri oleh siswa melalui aktivitas
pemecahan masalah.
Anitah,
Sri. 2009. Teknologi Pembelajaran. Yuma
Pustaka FKIP UNS: Surakarta.
Baharuddin dan
Wahyuni, Nur. 2007. Teori Belajar dan
Pembelajar. Ar-Ruzz Media Group: Yogyakarta.
0 komentar :
Posting Komentar